BASRIN
MELAMBA
(Staf
Pengajar Jurusan Ilmu Sejarah FIB UHO)
Bendera Tombi Kerajaan Konawe
Hampir setiap kerajaan di Nusantara kita
mengenal mereka melalui bendera (panji-panji). Kerajaan di Nusantara memiliki identitas melalui simbol kerajaan salah satunya adalah bendera.
Sebagai contoh di Sulawesi Tenggara terdapat bendera Kesultanan Buton, Kerajaan
Mekongga, dan kerajaan Konawe. Bendera kerajaan Mekongga di Kolaka masih dapat
disaksikan serta masih disimpan dipelihara oleh keturunannya di Wundulako,
sedangkan bendera kerajaan Konawe sudah tidak ditemukan lagi ini akibat
kekacauan yang pernah melanda daerah ini, termasuk keberlangsungan kerajaan
Konawe. Akan tetapi kami peneliti masih dapat merekonstruksi eksistensi bendera
kerajaan Konawe melalui berbagai history
sources sumber sejarah.
Bendera kerajaan Konawe atau tombi Konawe dijadikan panji-panji pada
saat Festival Budaya dan Kraton se-ASEAN yang dilaksanakan di Kendari Sulawesi
Tenggara yang berlangsung sejak tanggal, 12 sampai 15 November 2015. Bendera tersebut di bawah oleh peserta pawai
budaya rombongan Kerajaan Konawe, Lembaga Adat Tolaki LAT (DPP LAT), dan
Kerajaan Laiwoi. Bendera dalam ungkapan masyarakat Tolaki di Konawe dikenal
term “metombi-tombi nggilo mebandera wae”,
dalam bahasa daerah Tolaki bendera disebut tombi-tombi.
Pemegang bendera kerajaan dijuluki “ana
gili mandombi ana bali bandera” sedangkan julukan yang lainnya “ lakalea tombi labosi bandera”. Bendera kerajaan dibuat pada zaman
pemerintahan Mokole Larebi gelar
Sangia Inato, yang diberi tanggung jawab adalah Inowehi (sebagai panglima),
kemudian beralih ke anaknya Lapaleadu. Selanjutnya dipegang oleh Tosugi gelar
Wutu Ahu pada masa beliaulah bendera ini tidak dikibarkan lagi karena Konawe
telah mengalami kemunduran. Eksistensi bendera ini diwariskan kepada Wepoindo,
dari beliau diserahkan kepada Tosemba (memiliki kekerabatan dengan mantan
Kepala distrik Wawotobi Rakala). Bendera kerajaan selanjutnya dipegang oleh
Mandaala dan terakhir dipegang oleh Rundu sebagai kepala Meluhu, pada tahun
1953 terjadi pembakaran DI/TII termasuk kampung Meluhu sehingga bendera
tersebut ikut terbakar. Menurut keterangan bahwa bendera tersebut dimasukan
dalam wadah beu. Adapun yang menjadi saksi mata mengenai eksistensi bendera kerajaan tersebut yaitu Tosepu berusia
87 tahun, bapak Laweo, ibu Hadia, dan
terakhir dilihat oleh bapak Drs. H. Syarif Tabara kemudian dituturkan
kepada saudara Ajemain Suruambo dan dijelaskan kembali kepada penulis Basrin
Melamba.
Gambar: Tombino
Konawe
Foto: Koleksi
Bawaa pobendeno wonua
Bentuk bendera berupa kain model segi empat
melambangkan bentuk struktur pemerintahan Kerajaan Konawe siwole mbatohu empat daerah barata.
Pada bagian tengah (pusat) terdapat bulatan merah (momata) melambangkan tutuwi
motaha sebagai pemegang bendera atau yang bertanggungjawab, dan bulatan
sebuah berada ditengah melambangkan eksistensi mokole sebagai pucuk pimpinan kerajaan dan pusat kerajaan berada
dititik sentral tanah Konawe Unaaha. Di dalam bendera terdapat 7 (tujuh) unsur jenis
warna yaitu: mopute putih, momea merah, meeto hitam, mokuni kuning,
momata maido hijau, mouroro biru,
dan coklat. Unsur tujuh tersebut melambangkan “pitu dula batuno Konawe” atau tujuh anggota Dewan Kerajaan Konawe yang
berjumlah 7 orang.
Beberapa warna yang terdapat dalam tombi (bendera kerajaan Konawe),
memiliki nilai simbol bagi orang Tolaki. Warna putih mopute merupakan simbol
kesucian. Warna putih adalah lambang tulang, langit (lahuene), siang, perdana
mentri (Sulemandara), adat, kesucian,
keadilan, kedamaian, keterbukaan, kematian, kelemahan, utara. Warna merah momea adalah lambang darah (obeli), matahari (mata oleo), raja (mokole),
api (o’api), marah (saiune), keberanian (moseka), kekerasan, perjuangan, masalah,
kesulitan, aspek laki-laki (polanggaia),
dan aspek timur. Warna merah simbol keberanian.
Warna hitam melambangkan kewibawaan kerajaan
Konawe dan kewibawaan seorang raja Mokole.
Warna kuning simbol kejayaan (molae-laeo),
selain itu warna kuning adalah lambang daging, kesetian (matilulu), bulan (owula),
permaisuri (tina mokole), tanah (owuta), dendam, keuletan, kemuliaan,
kejayaan, kemenangan, kebijaksanaan, aspek perempuan dan aspek barat. Coklat pereurehuano wonua atau tempat
berpijaknya kedudukan tanah Konawe julukan wuta
ipuasa lombo ilenggo baho”.
Warna hijau adalah lambang tumbuh-tumbuhan dan
tanam-tanaman, kesejukan, kesegaran, kesuburan, kemakmuran, kesejahteraan,
senyum, dan tawa, umur panjang dan aspek darat.
Warna biru adalah lambang air, kehidupan yang kekal, keabadian, keseimbangan
(tamanimba), keselarasan (konawawea),
keharmonisan mombekameeriako (tasanggedo). dan aspek laut. Warna
kombinasi dalam bentuk garis adalah lambang jasmani, benda-benda, kejadian yang
selalu dalam proses yang tidak ada ujungnya, selalu berjalan, selalu
bergerak. Akhirnya warna kombinasi dalam
bentuk kembang adalah lambang rohani, ruang, kejadian yang selalu kembali,
berputar, bolak-balik, melingkar
Sedangkan
segi tiga berjejer pinehu (desain sudut), tepohu disebut barisi tolu (garis-garis benang tiga
berderet dengan aneka ragam warna); melambangkan
keberadaan mokole pemberi perintah, anakia mbuutobu menerima osara aturan, dan to’ono ngapa sebagai penerima atora
atau osara. Tiga melambangkan
struktur atau pembagian strata masyarakat kerajaan Konawe yaitu anakia (bangsawan), to’ono nggapa, dan o’ata (budak).
Model segi tiga disebut tepohu
seperti model lidah karena tanah Konawe terletak antara atau diapit oleh dua
buah sungai Konaweeha dan Lasolo cerita segi tiga konsep “moiya ine elono owuta”. Tiga
tepohu adalah simbol-simbol matahari (mata oleo), bulan (owula), dan bintang (ana wula).
Ketiga hal ini sebagai simbol atau
lambang sifat yang dimiliki oleh seorang Mokole. Jumlah
segi tiga yang berjejer sebanyak 12 (hopulo
oruo) buah melambangkan jumlah unsur
pemerintahan Kerajaan Konawe unsur eksekutif Mokole, unsur siwole Mbatohu, pitu dula batuno Konawe, ditambah osara.
Ukuran bendera menggunakan yar
atau bahasa Tolaki yaro. Setiap satu
yar atau yaro berukuran 90 centimeter
(cm). Dalam ukuran dan takaran dan
timbangan orang Tolaki lelene, lolo ndawake, sako boboiku, sako book wuamunde,
sako olutu, sako wawopaa, sako olonggara, sako ulu kombo, sako ndotopa, sako
woroko, tehau oase, dan sapu ulu. Aso nda’i kuku batu, aso imolu, aso nggodiso,
sambanggae, kamo kongga, pelenua, mekokowoa, aso hiku, aso nggae, aso wuta aro,
aso ndudu bose, aso aso ropo, aso piluku
60 kilo.
Macam-macam sifat, merou, menombo, meropo, dan
mobokulaloi. Mepalili ndokonawe, mesopaki ndolasolo, peeka-eka ndosambara, kino
ndobenua, balili ndomowila, bembe ndowuura, perou-rou ndokoburu, timboni
ndobaito, tuhani ndopalangga, hidede ndolatoma, hehe ndotudaone, rumate
ndoepai, mererehu ndoanggaberi, nggori baku ndolembo tinawu bae-bae, mokaninio,
dan sebagainya.
Sebelum kita mengenal istilah ataau lusin dan
puluhan kita mengenal kodi, Ukuran panjang (ndaano)
bendera kerajaan dalam ukuran 1 (satu) yaro, dan ukuran lebar (melewe) 1 ½ yar atau yaro.
Jika di Mekongga bendera terdapat simbol binatang, kalimat Al Qur’an di
Kerajaan Konawe berkenaan dengan simbol ukiran, geografi wilayah dan struktur
kerajaan Konawe.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar