Minggu, 08 Mei 2016

BENDERA KERAJAAN KONAWE



BASRIN MELAMBA
(Staf Pengajar Jurusan Ilmu  Sejarah FIB UHO)

Bendera Tombi Kerajaan Konawe
Hampir setiap kerajaan di Nusantara kita mengenal mereka melalui bendera (panji-panji). Kerajaan di Nusantara  memiliki identitas melalui  simbol kerajaan salah satunya adalah bendera. Sebagai contoh di Sulawesi Tenggara terdapat bendera Kesultanan Buton, Kerajaan Mekongga, dan kerajaan Konawe. Bendera kerajaan Mekongga di Kolaka masih dapat disaksikan serta masih disimpan dipelihara oleh keturunannya di Wundulako, sedangkan bendera kerajaan Konawe sudah tidak ditemukan lagi ini akibat kekacauan yang pernah melanda daerah ini, termasuk keberlangsungan kerajaan Konawe. Akan tetapi kami peneliti masih dapat merekonstruksi eksistensi bendera kerajaan Konawe melalui berbagai history sources sumber sejarah.
Bendera kerajaan Konawe atau tombi Konawe dijadikan panji-panji pada saat Festival Budaya dan Kraton se-ASEAN yang dilaksanakan di Kendari Sulawesi Tenggara yang berlangsung sejak tanggal, 12 sampai 15 November 2015.  Bendera tersebut di bawah oleh peserta pawai budaya rombongan Kerajaan Konawe, Lembaga Adat Tolaki LAT (DPP LAT), dan Kerajaan Laiwoi. Bendera dalam ungkapan masyarakat Tolaki di Konawe dikenal term “metombi-tombi nggilo mebandera wae”, dalam bahasa daerah Tolaki bendera disebut tombi-tombi. Pemegang bendera kerajaan dijuluki “ana gili mandombi ana bali bandera” sedangkan julukan  yang lainnya “ lakalea tombi labosi bandera”. Bendera kerajaan dibuat pada zaman pemerintahan Mokole Larebi gelar Sangia Inato, yang diberi tanggung jawab adalah Inowehi (sebagai panglima), kemudian beralih ke anaknya Lapaleadu. Selanjutnya dipegang oleh Tosugi gelar Wutu Ahu pada masa beliaulah bendera ini tidak dikibarkan lagi karena Konawe telah mengalami kemunduran. Eksistensi bendera ini diwariskan kepada Wepoindo, dari beliau diserahkan kepada Tosemba (memiliki kekerabatan dengan mantan Kepala distrik Wawotobi Rakala). Bendera kerajaan selanjutnya dipegang oleh Mandaala dan terakhir dipegang oleh Rundu sebagai kepala Meluhu, pada tahun 1953 terjadi pembakaran DI/TII termasuk kampung Meluhu sehingga bendera tersebut ikut terbakar. Menurut keterangan bahwa bendera tersebut dimasukan dalam wadah  beu. Adapun yang menjadi saksi mata mengenai eksistensi  bendera kerajaan tersebut yaitu Tosepu berusia 87 tahun, bapak Laweo, ibu Hadia, dan  terakhir dilihat oleh bapak Drs. H. Syarif Tabara kemudian dituturkan kepada saudara Ajemain Suruambo dan dijelaskan kembali kepada penulis Basrin Melamba.
Gambar: Tombino Konawe


 Foto: Koleksi Bawaa pobendeno wonua

Bentuk bendera berupa kain model segi empat melambangkan bentuk struktur pemerintahan Kerajaan Konawe siwole mbatohu empat daerah barata. Pada bagian tengah (pusat) terdapat bulatan merah (momata) melambangkan tutuwi motaha sebagai pemegang bendera atau yang bertanggungjawab, dan bulatan sebuah berada ditengah melambangkan eksistensi mokole sebagai pucuk pimpinan kerajaan dan pusat kerajaan berada dititik sentral tanah Konawe Unaaha. Di dalam bendera terdapat 7 (tujuh) unsur jenis warna yaitu: mopute putih, momea merah, meeto hitam, mokuni kuning, momata maido hijau, mouroro biru, dan coklat. Unsur tujuh tersebut melambangkan “pitu dula batuno Konawe” atau tujuh anggota Dewan Kerajaan Konawe yang berjumlah 7 orang.
Beberapa warna yang terdapat dalam tombi (bendera kerajaan Konawe), memiliki nilai simbol bagi orang Tolaki. Warna putih mopute merupakan  simbol kesucian. Warna putih adalah lambang tulang, langit (lahuene), siang, perdana mentri (Sulemandara), adat, kesucian, keadilan, kedamaian, keterbukaan, kematian, kelemahan, utara. Warna merah momea adalah lambang darah (obeli), matahari (mata oleo), raja (mokole), api (o’api), marah (saiune), keberanian (moseka), kekerasan, perjuangan, masalah, kesulitan, aspek laki-laki (polanggaia), dan aspek timur. Warna merah simbol keberanian.
Warna hitam melambangkan kewibawaan kerajaan Konawe dan kewibawaan seorang raja Mokole. Warna kuning simbol kejayaan (molae-laeo), selain itu warna kuning adalah lambang daging, kesetian (matilulu), bulan (owula), permaisuri (tina mokole), tanah (owuta), dendam, keuletan, kemuliaan, kejayaan, kemenangan, kebijaksanaan, aspek perempuan dan aspek barat. Coklat pereurehuano wonua atau tempat berpijaknya kedudukan tanah Konawe julukan wuta ipuasa lombo ilenggo baho”.
Warna hijau adalah lambang tumbuh-tumbuhan dan tanam-tanaman, kesejukan, kesegaran, kesuburan, kemakmuran, kesejahteraan, senyum, dan tawa, umur panjang dan aspek darat.  Warna biru adalah lambang air, kehidupan yang kekal, keabadian, keseimbangan (tamanimba), keselarasan (konawawea), keharmonisan mombekameeriako (tasanggedo). dan aspek laut. Warna kombinasi dalam bentuk garis adalah lambang jasmani, benda-benda, kejadian yang selalu dalam proses yang tidak ada ujungnya, selalu berjalan, selalu bergerak.  Akhirnya warna kombinasi dalam bentuk kembang adalah lambang rohani, ruang, kejadian yang selalu kembali, berputar, bolak-balik, melingkar
Sedangkan segi tiga berjejer pinehu (desain sudut), tepohu disebut barisi tolu (garis-garis benang tiga berderet dengan aneka ragam warna); melambangkan keberadaan mokole pemberi perintah, anakia mbuutobu menerima osara aturan, dan to’ono ngapa sebagai penerima atora atau osara. Tiga melambangkan struktur atau pembagian strata masyarakat kerajaan Konawe yaitu anakia (bangsawan), to’ono nggapa, dan o’ata (budak). Model segi tiga disebut tepohu seperti model lidah karena tanah Konawe terletak antara atau diapit oleh dua buah sungai Konaweeha dan Lasolo cerita segi tiga konsep “moiya ine elono owuta”. Tiga tepohu  adalah simbol-simbol matahari (mata oleo), bulan (owula), dan bintang (ana wula). Ketiga hal ini sebagai  simbol atau lambang sifat yang dimiliki oleh seorang Mokole.  Jumlah segi tiga yang berjejer sebanyak 12 (hopulo oruo)  buah melambangkan jumlah unsur pemerintahan Kerajaan Konawe unsur eksekutif Mokole, unsur siwole Mbatohu, pitu dula batuno Konawe, ditambah osara.
Ukuran bendera menggunakan  yar atau bahasa Tolaki yaro. Setiap satu yar atau yaro berukuran 90 centimeter (cm).  Dalam ukuran dan takaran dan timbangan orang Tolaki lelene, lolo ndawake, sako boboiku, sako book wuamunde, sako olutu, sako wawopaa, sako olonggara, sako ulu kombo, sako ndotopa, sako woroko, tehau oase, dan sapu ulu. Aso nda’i kuku batu, aso imolu, aso nggodiso, sambanggae, kamo kongga, pelenua, mekokowoa, aso hiku, aso nggae, aso wuta aro, aso ndudu bose, aso aso ropo,  aso piluku 60 kilo.
Macam-macam sifat, merou, menombo, meropo, dan mobokulaloi. Mepalili ndokonawe, mesopaki ndolasolo, peeka-eka ndosambara, kino ndobenua, balili ndomowila, bembe ndowuura, perou-rou ndokoburu, timboni ndobaito, tuhani ndopalangga, hidede ndolatoma, hehe ndotudaone, rumate ndoepai, mererehu ndoanggaberi, nggori baku ndolembo tinawu bae-bae, mokaninio, dan sebagainya.

Sebelum kita mengenal istilah ataau lusin dan puluhan kita mengenal kodi, Ukuran panjang (ndaano) bendera kerajaan dalam ukuran 1 (satu) yaro, dan ukuran lebar (melewe) 1 ½ yar atau yaro.  Jika di Mekongga bendera terdapat simbol binatang, kalimat Al Qur’an di Kerajaan Konawe berkenaan dengan simbol ukiran, geografi wilayah dan struktur kerajaan Konawe.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar